Sebelum lebih jauh, perlu dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan cybercrime. Cybercrime adalah tindak pidana yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi. Berbagai definisi pernah dikemukakan oleh para ahli, namun belum terdapat keseragaman terhadap definisi tersebut. Secara teknis tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi offline crime, semi online crime, cyber crime. Masing-masing memiliki karakteristik tersendiri, namun perbedaan utama diantara ketiganya adalah keterhubungan dengan jaringan informasi publik (baca: internet). Cybercrime merupakan perkembangan lebih lanjut dari kejahatan atau tindak pidana yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komputer.
Menjawab pertanyaan sdri Mega, faktor apakah yang menimbulkan tindak pidana diatas khususnya cybercrime. Kejahatan tersebut disebabkan oleh dua hal, yaitu teknis dan sosio ekonomi (kemasyarakatan).
Pertama dari segi teknis, tidak bisa dipungkiri bahwa kemajuan teknologi (teknologi informasi) berdampak negatif bagi perkembangan masyarakat. Berhasilnya teknologi tersebut menghilangkan batas wilayah negara menjadikan dunia ini menjadi begitu sempit. keterhubungan antara jaringan yang satu dengan jaringan yang lain memudahkan bagi si pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya. Kemudian, tidak meratanya penyebaran teknologi menjadikan yang satu lebih kuat daripada yang lain.
Kelemahan tersebut dimanfaatkan oleh mereka yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kejahatan.
Kedua, faktor sosio ekonomi, cybercrime merupakan produk ekonomi. Isu global yang kemudian dihubungkan dengan kejahatan tersebut adalah keamanan jaringan (security network). Kemanan jaringan merupakan isu global yang digulirkan berbarengan dengan internet. Sebagai komoditi ekonomi, banyak negara yang tentunya sangat membutuhkan perangkat keamanan jaringan. Cybercrime berada dalam skenario besar dari kegiatan ekonomi dunia. Lihat saja pengalaman kita pada saat memasuki tahun 2000. Isu virus Y2K yang akan menghilangkan (menghapuskan) data dan informasi ternyata tidak pernah terjadi. Hal ini tentu saja menguatirkan duni perbankan dan pasar modal. Berbondong-bondonglah para penyediasa jasa tersebut untuk memberikan jaminan keamanan bahwa data dan informasi yang ada telah terbebas dari Y2K.
Dalam perspektif hukum, cybercrime ini bukan merupakan kejahatan yang baru.Hanya media yang kemudian dikembangkan oleh para pelaku. Konsep dari tindak pidana tersebut juga tidak mengalami perkembangan, hanya caranya sana yang sedikit berbeda.
Demikian dengan isu kemanan jaringan yang kemudian dijadikan jawaban oleh para produsen (Amerika). Dalam berbagai kesempatan, keamanan jaringan merupakan pencegah terjadinya cybercrime. Percaya atau tidak, lihat saja nanti. Pengalaman dari negara berkembang seperti Filipina misalnya. Negara tersebut secara teknologi boleh dikatakan tertinggal jika dibandingkan dengan negara Singapura. Namun dalam menyikapi cybercrime, negara tersebut jauh lebih siap melalui undang-undang yang begitu tegas untuk mencegah terjadinya cybercrime.
Menjawab pertanyaan kedua, faktor apayang menjadi hambatan sebenarnya sederhana saja. Di Indonesia masih sedikit penegak hukum yang memahami perkembangan kejahatan. Namun hal tersebut merupakan kondisi yang umum terjadi di negara-negara yang baru mengenal teknologi internet. Kedua, keberadaan undang-undang (hukum positif) di Indonesia telah mengalami stagnan. Karena tidak berlaku secara luas dalam arti mampu iuntuk mencegah (meredam) kejahatan baru. Bila coba kita detilkan, Indonesia memiliki permasalahan mendasar dalam pengembangan hukum. Sehingga permasalahan cybercrime masih menjadi isu elit di kalangan praktisi teknologi informasi.
Selain itu kita masih memiliki permasalahan dengan penerapan hukum. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Indonesia tidak di desain untuk kejahatan berbasis teknologi informasi. Akhirnya, cybercrime akan menjadi sulit untuk dibuktikan dan pelakunya sulit untuk diberikan sanksi.
Sekedar ilustrasi, tidak ada perubahan dalam konsep tindak pidana yang menggunakan peralatan komputer (cybercrime) dengan kejahatan konvensional. Hanyalah media saja yang digunakan. Sehingga terkesan, bahwa cybercrime ini tidak bisa tersentuh oleh hukum. Untuk itu, penyiapan suatu undang-undang harus dibarengi dengan pembekalan di kalangan penegak hukum. Demikian, terima kasih atas perhatiannya. Bila terdapat hal yang kurang jelas, Sdri Mega dapat menghubungi kami.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !